KSBNews – Lagi nasib para pekerja asal Nusa Tenggara Barat, dirundung perilaku tidak menyenangkan oleh majikannya.
Rulya Rujani, pekerja migrant Indonesian (PMI) yang diberangkatkan melalui PPTKIS april 2019 lalu, asal Karang Sukun, Kelurahan Tanjung, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur NTB mendapatkan penganiayaan dari majikan di Arab Saudi. Selain merasakan kesakitan di badan yang cukup serius akibat kekerasan, Rulya juga hampir meninggal dan mengalami depresi berat.
“Keluarga korban menceritakan bahwa lukanya mulai dari kepala, badan, tangan dan kaki. Ironisnya korban sama sekali tidak mendapatkan perawatan medis sampai saat ini” ungkap, Mahendrayani, SH. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Buruh Mingran Indonesia (DPW SBMI NTB, yang dikonfirmasi via telpon, minggu (28/7).
Lanjutnya, tidak tahan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh majikan, Rulya Runjani terpaksa melarikan diri dan melaporkan kepolisian Ryad (Polisi negara setempat) dengan harapan, korban (Rulya Rujani) dapat dibantu dalam pengobatan medis serta membawa ke konsultan republik indonesia (KBRI) untuk mendapatkan perlindungan.
“Beberapa bulan tidak di gaji, korban meminta sehingga terjadi penganiyayaan oleh majikan yang akhirnya melarikan diri dengan luka dibadan dan meminta perlindungan dari kepolisian Ryad dan KBRI” jelas, aktivis senior PMI asal kabupaten Lotim.
Untuk saat ini, langkah hukum yang diambil DPW SBMI NTB dengan terus melakukan advokasi serta melaporkan kasus ke BP3TKI Mataram dan BNP2TKI Jakarta agar korban segera mendapatkan perlindungan.
“Kasus ini telah kami (SBMI) laporkan dan korban belum aman karena masih dalam penguasaan maktab (agen) yang secara langsung memiliki hubungan komunikasi dengan pihak jasa penempatan dan pihak majikan” paparnya.
Hendra juga menambahkan, Penyalur penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) dimana seluruh pembuatan dokumen penempatan di proses melalui Jakarta, tanpa ada proses melalui daerah. Sedangkan di daerah kabupaten lombok timur (Lotim) itu sendiri sudah memiliki Saltap. Itu artinya seluruh menepatan PMI harus melalui system tersebut sesuai dengan amanah UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri.
“Kami (SBMI), akan terus berkordinasi dengan DPN SBMI dalam advokasi kasus ini. Semoga BP3TKI dan BNP2TKI cepat meresponya dan memberikan sangsi terhadap PPTKIS itu sendiri harus diberikan berupa sangsi administratif atau pencabutan ijin”. harap, Hendra.(K-If)