PERUSAHAAN CRUSHER STONE JADI ANCAMAN AKTIFITAS PARIWISATA LOKAL, WARGA MINTA HENGKANG.

Maluk, KSB. Puluhan warga turun melakukan aksi unjuk rasa menolak dan meminta operasional Stone Crusher milik PT Bumi Mineral Tambora Jaya (PT BMTJ) di tutup.

Ketua Ormas Bengkas Boy Burhanuddin kepada wartawan usai menggelar aksi memastikan aksi yang dilakukan sebagai upaya penolakan terhadap PT Bumi Mineral Tambora Jaya yang akan mengoperasikan stone crusher diwilayah tersebut.

Ia menegaskan, beroperasinya perusahaan stone crusher ini dipastikan dapat berdampak pada lingkungan, kesehatan masyarakat, serta minat wisatawan untuk datang ke destinasi wisata Pantai Balas Pasir Putih yang menyuguhkan panorama keindahan alam dan ombak nomor dua dunia untuk surfing.

“Kami tolak PT BMTJ beroperasi karena diduga kuat tidak memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), dokumen lingkungan UKL/UPL, Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi, Izin Usaha Industri (IUI), dan perlengkapan izin lainnya,” kata Boy.

Menurutnya, apa yang akan dibangun oleh PT BMTJ itu ilegal dan telah menyalahi aturan yang berlaku. Boy juga meminta dan mengingatkan agar jangan seenaknya beroperasi sebab ini negara hukum.

“Segala sesuatu yang sudah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dipatuhi, termasuk urus izin tambang dan izin industri untuk usaha mereka di dalam kompleks proyek,” tegasnya.

Sementara, Hamzah salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Maluk yang mendukung aksi, menolak keras investasi yang menyalahi ketentuan usaha.

“Kami tidak menolak investasi di Kecamatan Maluk, yang kami tolak adalah letak tempat usaha yang disinyalir menyalahi ketentuan Pemda Sumbawa Barat tentang tata ruang kawasan,” bebernya.

Wilayah Balas kata dia lagi, merupakan kawasan pertanian dan kawasan pariwisata. Jika ada investor bidang industri yang ingin investasi dirinya bersama warga lainnya mempersilahkan tentu dengan memiliki izin dan lainnya.

“Kami siap mendukung penuh jika memilih lokasi di kawasan industri yang telah ditetapkan, yaitu Desa Benete, Desa Bukit Damai atau Desa Maluk,” ujarnya.

Apalagi, sebutnya jalan ke Balas sebentar lagi akan di hotmix. Artinya, jika stone crusher beroperasi maka dipastikan jalan hotmix tersebut akan hancur karena akan dilalui oleh truk-truk besar yang tentu tidak sesuai dengan kelas hotmix wilayah Balas.

“Lantas, siapa yang akan rugi? tentu masyarakat Balas sendiri yang akan rugi serta pengguna jalan lainnya,” sebutnya.

Padahal, sambungnya sudah lama masyarakat memimpikan jalan Balas untuk di hotmix namun sayang, ketika mereka baru akan menikmati jalan baru hotmix harus hancur dan menjadi korban karena kawasan Balas di perkenankan untuk dijadikan kawasan industri stone crusher PT BMTJ.

Yang paling miris kata dia lagi, fakta di lapangan setelah dirinya berbincang dengan beberapa orang wisatawan yang tinggal di Balas, jika stone crusher beroperasi dan dipaksakan tentu wisatawan yang ada di kawasan tersebut akan merasa terusik secara otomatis mereka akan meninggalkan Balas dan kembali ke Bali.

“Jika ini dipaksakan dan terus beroperasi tentu akan menjadi citra buruk terhadap pariwisata di Sumbawa Barat sebab wisatawan akan meninggalkan wilayah Balas,” ujarnya.

Apalagi, lanjutnya pasca pandemi sektor pariwisata sudah mulai menggeliat khususnya di Kecamatan Maluk, namun dengan dipaksakan keberadaan stone crusher di kawasan pariwisata Balas, bidang sektor ini akan menjadi tumbal yang harus dibayar mahal oleh semua pemangku kepentingan pariwisata Sumbawa Barat pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

“Saya minta, Pemda Sumbawa Barat segera bertindak tegas menertibkan permasalahan ini sebelum masalah ini makin runyam dan mendatangkan banyak mudharat bagi sektor lain,” pungkasnya.