Pengamat kebijakan publik di Sumbawa Barat, Andy Saputra mendesak DPRD setempat membentuk Panitia Khusus (Pansus) menyelidiki dugaan manipulasi dan penyimpangan dana Coorporate Sosial Responsibility (CSR) PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
Dana CSR berdasarkan UU itu di hajatkan untuk kebutuhan eksternal diluar operasi. Konteksnya pemberdayaan, pengembangan usaha dan membuka lapangan kerja baru di bidang pertanian, perdagangan dan apa saja.
“Itu sudah ada indikasi manipulasi dan rekayasa penggunaan dana CSR. Sebagian diduga fiktif. Gak benar. Warga lingkar tambang dan pelaku usaha disana mengakut tak merasakan dampak dan kucuran CSR. Lalu selama ini, uangnya kemana?,” katanya, Selasa (6/9/2022) di Taliwang.
DPRD kata dia bisa mengakses data di kementerian, berapa transaksi dan hasil penjualan konsentrat dan nilainya selama tiga tahun terakhir. Berapa keharusan persentase CSR yang dikeluarkan selama beberapa tahun berjalan. Kemana saja, untuk apa saja.
Ia meminta BPK mempertegas kembali garis embarkasi mana menjadi ranah CSR dan mana ranah operasional perusahaan dan program yang harusnya di biayai pemeirntah melalui APBD.
“Bedakan dong. Gak bisa dana CSR digunakan untuk membiayai beban operasional perusahaan apalagi program pemerintah yang sudah di SK kan dan ditetapkan anggarannya melalui APBD. Ini harus jelas. Kita desak BPK turun. Jangan dijadikan dana non budgeter. Apalagi kepentingan diluar pemberdayaan masyarakat langsung,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa Barat Aheruddin Sidik meminta keberadaan perusahaan tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mampu memberikan dampak pada peningkatan ekonomi masyarakat di KSB khususnya di wilayah lingkar tambang.
“Kami menilai pengelolaan dari Corporate Social Responsibility (CSR) PT AMNT belum mampu mendongkrak ekonomi masyarakat, faktor tersebut disebabkan cara pengelolaanya yang belum optimal,” kata Aheruddin, Selasa (6/9/2022).
Menurutnya, keberadaan perusahaan Tambang sekelas PT. AMNT itu, selain menimbulkan eksternalitas positif juga mendatangkan eksternalitas negatif yang harus di tanggung dampaknya oleh masyarakat.
“Ini harus di pikirkan oleh pihak perusahaan maupun pemerintah daerah, saran saya arahkan dana CSR secara maksimal untuk pengembangan ekonomi, buatkan roadmap nya secara komprehensif, koordinasikan ke Pemda dan OPD terkait serta pengelolaannya harus transparan, ini harus dilakukan karena merupakan amanat dari undang-undang maupun perda kita,” tegasnya.
Ia berharap dalam jangka panjang dengan pengelolaan CSR yang lebih baik akan mampu melahirkan para pelaku UKM yang handal, tumbuhnya kegiatan-kegiatan ekonomi sektor riil di tengah masyarakat dan mampu mendongkrak ekonomi daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Diketahui, program CSR di lingkungan pertambangan mineral dan batubara sesuai UU No 3/2020 (revisi UU Minerba) dikenal dgn nama khusus Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Dasar hukum dan batasannya diatur dalam PP 96/2021 dan beberapa Permen ESDM.
Biaya program PPM berasal dari biaya operasional dan wajib dikelola oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang besarannya mengikuti rencana volume produksi dalam RKAB. Jadi secara tahunan, implementasinya mutlak menjadi bagian dari RKAB di mana masyarakat dapat mengajukan usulan program melalui Gubernur dan diteruskan ke Badan Usaha pemegang IUP/IUPK.
Pembiayaan PPM untuk program pembangunan tidak boleh tumpang tindih dengan pembiayaan yang berasal dari APBN dan APBD. Pelaku usaha wajib menyampaikan laporan realisasi PPM tahunan per-semester kepada Menteri c.q Dirjen/Gubernur sesuai kewenangannya.